Rapat Koordinasi dengan PMU
Rapat Koordinasi NMC dengan Project Manajemen Unit (PMU) membahas terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang sudah berlangsung. Dalam hal ini NMC sebagai pihak konsultan memaparkan progres kegiatan yang sudah dicapai.
Workshop Pembekalan Teknis
Workshop Pembekalan Teknis Penyusunan NUSP dan RKM yang diselanggarakan di Hotel Aston, Bogor tanggal 10-12 September 2015 dengan peserta dari Wilayah Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Timur. Tampak TA Monev NMC sedang memberikan arahan terkait dengan penyusunan NUAP dan RKM.
Kick Of Meeting
Kick Of Meeting adalah awal dari pelaksanaan program NUSP-2 yang dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2015 di Kementerian PU Lt. 6, Jl. Patimura. Dalam pertemuan tersebut dibahas terkait dengan strategi pelaksanaan NUSP-2. Pertemuan tersebut di hadiri oleh masing-masing Team Leader wilayah barat, tengah dan wilayah timur.
Wajah Permukiman Kumuh di Kota Bengkulu
Kawasan Kumuh salah satu di Kelurahan Belakang Pondok RW.01, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu memiliki tingkat keteratuan bangunan kurang dari 35% dan tingkat kepadatan bangunan 80-100 unit/ha, serta kondisi fisik bangunannya lebih dari 60% bangunan permanen.
Wajah Permukiman Kumuh di Kota Pekalongan
Kawasan Kumuh salah satu di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan memiliki tingkat keteratuan bangunan kurang dari 65% dan tingkat kepadatan bangunan 100 unit/ha, serta kondisi fisik bangunannya lebih dari 60% bangunan semi permanen.
Kamis, 07 Januari 2016
Kebijakan Dan Strategi Nasional Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh
Kebijakan :
- Mewujudkan proses transformasi kapasitas kepada masyarakat melalui pembelajaran dan pelatihan secara langsung di lapangan
- Mendorong akses bantuan kepada masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh
- Meningkatkan kemampuan kelembagaan Pemerintah/Pemerintah Daerah dan kelompok masyarakat di bidang perumahan dan permukiman
- Meningkatkan kesadaran hukum bagi para aparat Pemerintah/Pemerintah Daerah dan Masyarakat
- Memberdayakan pasar perumahan untuk melayani lebih banyak masyarakat
- Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana umum dan ekonomi lingkungan permukiman
Strategi :
- Menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam penataan lingkungan permukiman kumuh
- Mendorong usaha produktif masyarakat melalui perkuatan jaringan kerja dengan mitra swasta dan dunia usaha
- Mencari pemecahan terbaik dalam penentuan kelayakan penataan lingkungan permukiman kumuh
- Melaksanakan penegakkan dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh
- Melakukan pemberdayaan kepada para pelaku untuk mencegah terjadinya permasalahan sosial
- Menerapkan budaya bersih dan tertib di lingkungan perumahan dan permukiman
Sasaran :
- Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat setempat yang mampu menata lingkungan perumahan mereka
- Terciptanya pertumbuhan usaha ekomomi produktif dan keswadayaan masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman.
- Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni
- Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh
- Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan yang sehat, indah, aman dan nyaman
- Tercapainya peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat
Peran Pemerintah Daerah dalam Penanganan Permukiman Kumuh
Tinjauan Penanganan Kumuh terkait Kebijakan/Program di Indonesia
Grand Design Penanganan Permukiman Kumuh-2020
Di satu sisi, kita berharap hal ini akan bisa tercapai, tetapi di sisi yang lain kita juga mengkhawatirkan akan resiko tidak tercapainya target tersebut. Hal ini mengingat peran dan kapasitas para pemangku kewajiban sampai ini masih sangat lemah dalam pemenuhan kesejahteraaan rakyat bidang papan yang ditunjukkan dengan capaian kinerjanya yang masih belum begitu kuat.
Untuk itu, diperlukan upaya dalam bentuk ‘katalisator atau trigger ‘ yang mampu mendorong capaian kinerja tersebut. Hal ini tidak cukup hanya dengan mendeklarasikan agenda/program tetapi harus didukung dengan “political will” serta tata kelola yang baik.Terkait dengan isu penanganan kawasan kumuh, sangat tidak pantas dan sangat tidak layak apabila kita masih mendiskusikan dan berdebat tentang “siapa yang bersalah/bertanggung jawab dan argumen-argumen pembenaran/pembelaannya” yang tidak pernah menemukan jalan keluar ( “ Who wrong Who right” ). Ataupun mendiskusikan tentang “kumuh itu apa, bagaimana proses terjadinya” yang sudah puluhan tahun kita diskusikan dalam berbagai forum yang berujung hanya pada manfaat/ fungsi pemahaman secara normatif (“What and Why”). Yang dibutuhkan saat ini adalah mendiskusikan kekumuhan dalam konteks “How to” terhadap penanganannya atau sebagai “fungsi instrumental”.Dalam memulai proses pemetaan isu dan tantangannya, kita perlu melihat secara sekilas beberapa “lesson learned” upaya penanganan yang sudah pernah dilakukan sampai saat ini. Capaian kinerja penanganan kawasan kumuh belum begitu efektif yang ditunjukkan dengan semakin meluasnya kawasan kumuh. Beberapa pendekatan yang dipakai selama ini masih menggunakan “negative input variable” sebagai basis penanganannya (kumuh dipandang sebagai ‘current well-being’ bukan ‘future well-becoming’) sehingga kumuh hanya dipahami sebagai ‘shelter’ yang tidak layak huni. Padahal pemahaman fenomena kekumuhan harus didasari dengan pendekatan yang berbasis pada ‘outcome variable’ yang melihat kumuh dengan kacamata “beyond shelter” dan dipandang dari sisi ‘future well-becoming’ sehingga bisa dipetakan potensi dan strateginya (‘coping with livelihoods struggle’).
Tantangan lain yang harus kita cermati adalah dalam hal tata kelolanya. Akibat lemahnya koordinasi dan ketidak jelasan pembagian peran para pemangku kewajiban sering mengakibatkan kesulitan pelaksanaan implementasi kebijakannya.
Sebagai isu dan tantangan terakhir yang sangat perlu kita perhatikan adalah keberpihakan atau pemilihan prioritas kebijakan di bidang papan yang sampai saat ini belum begitu kuat terutama di pemerintah daerah. Padahal pemerintah daerah sebagai ujung tombak keberhasilan capaian kinerja dan pengemban amanah “wajib” untuk pembangunan sektor papan yang semestinya harus memposisikan perumahan sebagai salah satu urusan wajib yang diprioritaskan.
Cara memahami kekumuhan yang hanya berdasarkan pada permasalahan fisik spasial (“spatial problem-based”) semata hanya akan mampu memposisikan kumuh sebagai “current well-being” yang memandang kumuh sebagai sesuatu yang harus dipisahkan dari sistem penataan ruang yang direncanakan. Perspektif pemahaman kumuh yang memposisikannya sebagai “future well-becoming” akan mampu menggali status/kondisi dan potensinya sebagai dasar penentuan kriteria dan indikator program intervensinya. Untuk itu diperlukan paradigma baru yang bergeser dari pendekatan yang berbasis fisik-spasial ke pendekatan yang menggunakan basis pemenuhan kesejahteraan rakyat dalam bidang pemenuhan hak atas papan.
Selain itu, pada tataran tata kelola, orientasi pelaksanaan/implementasi yang selama ini lebih banyak berorientasi pada “rule-based” harus dipadukan dengan pendekatan yang berorientasi pada “outcome-based”. Hal ini akan menjawab pemecahan masalah yang sering terjadi yaitu ketidaktepatan sasaran implementasi dan terlalu ‘rigid’ nya kebijakan sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan secara cerdas dan sering ‘menjadi bumerang’ pada pada pelaksanaannya.
Secara singkat, dua kata kunci yang diusulkan untuk mendorong akselerasi penanganan kawasan kumuh adalah, yang pertama “paradigma baru” yang memposisikan hak warga dalam bermukim sebagai basis kebijakan penanganannya dan yang kedua adalah “peningkatan kapasitas (capacity building) para pemangku kewajiban” dalam pemenuhan hak tersebut. Kedua kata kunci tersebut merupakan langkah konsolidasi kebijakan yang menguatkan dan merestrukturisasi (strengthening dan restructuring) pola intervensi / program penanganan yang selama ini sudah dilakukan.
Hak atas perumahan yang layak sudah diatur baik dalam skala nasional maupun internasional. Secara nasional, diatur dalam UUD 1945 ( pasal 28 H ayat 1) dan UU no.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Demikian pula, hak atas perumahan ini terdapat dalam Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta dalam Pasal 11 Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi,Sosial dan Budaya. Pemahaman atas hak tersebut terkait dengan hak atas standard kesehatan yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan (‘the right to a standard of living adequate for health and well-being’). Hak tersebut di Indonesia dipahami sebagai hak atas sandang, papan, pangan, kesehatan dan pendidikan yang secara umum sering diistilahkan sebagai hak dasar (‘basic right’).
Kebijakan nasional perumahan dan kawasan permukiman dilandasi oleh tiga dasar kewajiban negara yang meliputi : kewajiban menghormati (‘obligation to respect’), kewajiban melindungi (‘obligation to protect’) dan kewajiban memenuhi (‘obligation to fulfill’). Sehingga dibutuhkan kapasitas dan peran negara yang kuat untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Penanganan kawasan kumuh yang selama masih menggunakan pendekatan yang lebih mengedepankan aspek fisik spasial tidak akan mampu mendukung negara dalam melaksanakan kewajibannya dalam pemenuhan hak atas papan. Untuk itu upaya mengintegrasikan hak atas papan (‘housing right’) dengan tanggung jawab pemangku kewajiban (‘duty holders’) menjadi sangat penting dan kunci.
Kumuh sampai saat ini dianggap sebagai fenomena kondisi ‘current living space being’ yang diterjemahkan sebagai korban pasif pembangunan sehingga harus dipisahkan dalam sistem kehidupan keruangan. Aset penghidupan (‘livelihoods assets’) dalam kawasan kumuh sampai saat ini belum mampu dipetakan secara tepat dan belum pernah diupayakan untuk disinergikan dengan subsistem penataan ruang dan pembangunan infrastruktur perkotaan.
Kebijakan berbasis hak yang disinergikan dengan pendekatan konsolidasi keruangan (‘spatial consolidation’) dengan metoda penguatan dan restrukturisasi (‘strengtened and restructured methods’) yang berskala ‘intra-consolidation’ (‘area-based’) maupun yang berskala ‘inter-consolidation’ (‘citywide approaches’) diharapkan mampu mempetakan dan menganalisis status/kondisi warga kawasan kumuh berbasis hak sebagai dasar penentuan variabel dan indikator kinerja kebijakan intervensinya dengan mengintegrasikannya kedalam sistem mata rantai ekonomi perkotaan (‘urban economic chains’) dan pembangunan sarana dan prasarana perkotaan.
- Mengkoordinasikan kebijakan lintas kementerian dan lembaga yang terkait dengan bidang / urusan perumahan.
- Menyiapkan kerangka regulatif, kelembagaan dan penganggaran yang mendukung akselerasi implementasi kebijakan.
- Menyiapkan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis sebagai pedoman dan pemandu operasionalisasi di lapangan
- Menyiapkan lokasi Pilot Project yang akan dijadikan sasaran penanganan sebagai langkah awal yang akan direplikasikan dan diperluas jangkauan dan skalanya pada tahap-tahap selanjutnya.
- Siapa menerima apa
- Dalam kondisi apa
- Kapan diberikan
- Dalam bentuk apa (barang publik atau privat, bansos atau subsidi)
- Perekayasaan teknis
- Perekayasaan sosial ekonomis